Monday, October 2, 2017

Behind the scene ENJ: Lari, Mundur, PHP

One word for this journey. Unexpected!

Setelah saya cukup lama disibukkan dengan tugas wajib sebagai mahasiswa tingkat akhir, skripsi, akhirnya saya bisa bernafas lega setidaknya untuk beberapa waktu ke depan. Di bulan yang sama di saat saya menyelesaikan skripsi, saya berkesempatan untuk menjadi bagian dari peserta Ekspedisi Nusantara Jaya. Program ekspedisi yang diinisiasi oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman. Seperti biasa pula kalau nggak jadi sekretaris, ya jadi bendahara. Setelah berdinamika sekitar dua bulan sebelum keberangkatan, ada-ada aja cerita yang lahir dari perjalanan ini.

Mundur berangkat sampai 2 kali (nyaris 3 kali)

Awalnya kami berencana berangkat 11 Agustus 2017 dari Jogja, namun dibatalkan karena ternyata jadwal kapalnya nggak ada sekitaran tanggal itu. Berencana mau berangkat tanggal 20an Agustus 2017 pun batal juga. Oh iya, padahal surat izin dari kampus ini udah keluar lho, akhirnya mundur juga. So, kami undur sesuai dengan jadwal yang ada katanya antara 1-2 September 2017. Baiklah. Saya bias bernafas lega untuk menyelesaikan revisi dan urusan akademik terlebih dahulu. Terus bisa hadir di wisuda teman-teman juga.

Datanglah hari H, 31 Agustus 2017, hampir saja sebagian dari kami ketinggalan kereta. Iya, ketinggalan. Awalnya pun aku hampir salah melihat jam keberangkatan, untung aja datangnya nggak mepet-mepet banget. Baru aja move ke kereta, bikin video bentar, masuk gerbong, nggak nyampe 2 menit, eh keretanya jalan. Kami hanya bisa menatap satu sama lain, tiket kereta dipegang sama yang di belakang, yang entah udah naik kereta atau belum. FYI, gerbong kami itu paling belakang banget! Aku kira itu keretanya bercandaan berangkat, eh beneran. Terus bergerak perlahan-lahan, sampai ngelewatin pintu masuk. OMG! Sumpah, itu pasrah sepasrah-pasrahnya kalau harus turun di Klaten dulu buat nunggu mereka. Ternyata, jeng..jeng..jeng..mereka ternyata udah naik ke kereta. I can’t imagine, how can they run to catch the rain with a lot of boxes behind?
Ternyata petugas kereta api sampai bantuin buat angkut-angkut kardus-kardus yang kita bawa, yang lain itu lari-lari ngejar kereta pula, naik dari gerbong 3 kalau nggak salah. Miriplah kayak film 5 cm yang adegan hampir ketinggalan kereta itu. Bedanya, ini jumlahnya 8 orang rasanya. Terus katanya mereka yang telat itu, barangnya asal dilempar gitu aja yang penting masuk kereta dulu. Sayang sekali nggak ada videonya sebagai barang bukti haha. At least, semuanya sudah masuk kereta deh. Akhirnya kami cerita-cerita gimana perasaan yang sudah di dalam kereta tapi kereta udah jalan, terus perasaan mereka yang masih diluar dengan barang seabrek yang harus ngejar kereta.

Setelah melewati perjalanan selama 6 jam, sampailah kami di Surabaya Gubeng. Welcome to (gembel life) Surabaya! Kami harus melawan puluhan nyamuk ganas yang mencari mangsa di dini hari. Ini pertama kalinya saya diserbu sampai penggung tangan dan punggung kaki, yang menurut saya bukan area yang wajar untuk menjadi sasaran nyamuk. Kami pun sebagian besar terjaga menanti mentari muncul. Hari itu bertepatan dengan hari raya Idul Adha, jadi yang merayakan menunaikan ibadahnya di masjid terdekat. Sisanya menjaga barang-barang yang bertumpuk-tumpuk di dekat pintu masuk stasiun.

Ada tiga orang dari tim yang akan berangkat ke Pelni untuk memastikan jam berapa kapal berangkat tanggal 2 September 2017. Berangkatlah mereka, sisanya masih ngegelandang gitu aja. Ada yang makan, ada yang ngecash di dalam stasiun, ada yang tidur. Beberapa jam berlalu, kembalilah mereka dari Pelni, mungkin sekitar jam 12.30 siang. Begitu mendengar berita yang diberikan, rasanya kayak di sinetron-sinetron gitu ada suara petir menggelegar, JDEER! Kapal yang seharusnya kami tumpangi, Sabuk Nusantara 57, belum sampai Surabaya! Lebih mengagetkan lagi, ketika saya tau tanggal keberangkatan berubah menjadi tanggal 8 September! Yeah, 8 September, yang artinya masih seminggu lagi. OMG. Semua sudah nggak bisa berkata-kata lagi. Cuman ketawa-ketawa, nggak percaya kalau ini semua terjadi. We can do nothing! Yaiyalah, wong kapalnya aja belum sampai Surabaya. Padahal semua barang donasi udah kami ambil. Mau balik? Semua pada mikir-mikir ulang, karena surat izin udah diterima masing-masing fakultas. Kami pun memilih untuk berpencar sesuai dengan destinasi masing-masing, hanya 4 orang yang kembali ke Jogja, untuk kepentingan laporan ke UGM dan mengurus masalah tiket.

Lalu, kemanakah saya? Saya juga memilih untuk nggak kembali ke Jogja, saya memilih untuk pulang ke rumah. Ya, balik ke Bali. Tentunya nggak sendiri, bersama lima orang lain yang mencetuskan ingin ke Bali. Okelah. Mungkin memang kesempatan untuk bisa pulang ke rumah sebentar. Untuk cerita perjalanan di Bali, akan saya share di postingan berikutnya ya. Hehee.

Skip ----a week later----

Akhirnya kami kembali berkumpul di Surabaya, tepatnya di Graha Pelni, pada tanggal 7 September. Waktu saya berpikir, “Finally, I have to go!” sayang bin sayangnya…itu salah besar. Lagi-lagi-lagi saya harus mendengar berita kurang mengenakan. Tetapi ini lebih mending ketimbang yang sebelumnya, kapal sudah sampai Surabaya hari itu, namun keberangkatan bukan di tanggal 8 September. Terus tanggal berapa? Tanggal 10 September! Pakai catatan pula: “kalau cuaca bersahabat”. JDEEEERRR! OMG. Mau sampai kapan kau gantungkan hatiku…..

Ini ter-php untuk ketiga kalinya. Rasanya waktu itu mau nyerah aja. Rasanya udah nggak peduli lagi kalau emang harus batal. Ya..itu..belum ada jawaban pasti, dan kami harus nge-gembel-meneh. Hadeh. Gini amat sih. Sudah nggak ada tempat lagi buat mengungsi untuk 18 mahasiswa yang terluntang-lantung ini. Pihak Pelni menawarkan untuk menempati gedung sebelah Graha Pelni yang…astaga banget. Kayaknya tempatnya itu pas banget buat syuting uji nyali, macam dunia lain atau uka-uka. Serem banget. Bahkan katanya emang ada penunggunya. Gedung itu udah lama nggak dipakai, penuh dengan sejarah masa lampau, yang digunain untuk markas radio jaman penjajahan dulu gitu. Intinya gedungnya itu bersejarahlah. “Kalau mau pakai gedung sebelah boleh kok, cuman..ya gitu ada penunggunya,” kata salah satu karyawan. 

Tuhan mendengar doa kami, untungnya kami nggak jadi ngungsi ke gedung bersejarah itu, kami tetap berangkat ke pelabuhan. Terus ngemper di pelabuhan? Nah, awalnya saya juga nggak ngerti, saya kira sih ada mukjizat kapalnya jadinya berangkat gitu. Eh ternyata kita sementara tinggal di kapal dulu, sampai kapal benar-benar berangkat. Paling nggak ada tempat berteduh :’

Awalnya saya kira kapalnya itu, mirip kapal-kapal yang dipakai buat nyebrang Ketapang – Gilimanuk. Ternyata beda banget. Jujur, saya kaget lihat kapalnya. Bagus banget dalemnya. Bahkan tempat tidurnya apik kok. Ada ACnya! Kamar mandinya, kloset duduk, ada showernya. Wow. Not bad, I think. Selama dua hari ke depan, tinggallah kami di dalam Kapal Sabuk Nusantara 57, menanti kepastian apakah kapalnya akan benar-benar berangkat tanggal 10 September.  

Sabuk Nusantara 57 - bersandar di Pelabuhan Tanjung Perak -

Sabuk Nusantara 57 - tampak belakang -

Sabuk Nusantara 57 - first time I saw him -
all pic taken by: Reezky

No comments:

Post a Comment